Pergantian tahun dari 2009 ke 2010 menuju 2011 membuatku mempunyai teman baru. Teman baruku bernama Tasya, Vita, dan Ita.
“Aku senang banget bisa berkenalan dengan kalian,” ujarku kepada teman baruku.
“Ya, aku juga sama. Jadi punya banyak teman nih.” jawab Ita sambil merangkulku, Tasya, dan Vita.
Semenjak perkenalan itu, aku dan sahabat - sahabatku selalu bersama dalam suka dan duka. Dan pada suatu hari ketika aku, Vita, dan Ita sedang mengobrol, datanglah Tasya.
“Hai teman – teman.” sapa Tasya sambil berlari menghampiri dengan wajah ceria.
“Hai juga, Tasya.” Jawab kami serentak.
“Tumben banget sih wajah kamu ceria. Biasanya kan tidak seceria ini. Memang ada apa?” tanya Vita penasaran.
“Ehm…. Kasih tahu tidak ya????? Kayaknya tidak deh.” jawab Tasya sambil senyum – senyum sendiri yang membuat teman-temannya kebingungan.
“Ada apa sih, Sya? Kasih tahu kenapa. Kan kita udah sepakat untuk saling terbuka satu sama lain.” pinta Ita.
“Ya dong, Sya. Kasih tahu kita. Kita kan sahabat kamu.” tambah Vita.
“Iya deh sahabat – sahabatku. Ini ya, sebenarnya aku itu lagi suka sama seseorang.” jawab Tasya dengan semangat.
“Wow. Siapa itu orangnya?” tanya Ita.
“Ini orangnya.” sahut Tasya sambil menunjukkan foto Fikar.
“Ini siapa, Sya?” tanyaku penasaran.
“Ini Fikar. Dia itu orang yang aku suka sekarang.” jawab Tasya kegirangan.
“Ganteng juga ya. Wow.” ujar Vita.
“Iya dong, Fikar gitu.” Tasya pun menjawab ucapan Vita.
Setelah itu, bel masuk berbunyi. Aku dan Tasya serta Vita dan Ita kembali ke kelas masing – masing. Dan beberapa jam kemudian bel pulang berbunyi. Aku dan teman – teman yang lain pulang ke rumah meninggalkan sekolah.
Ke esokkan harinya saat disekolah, aku, Tasya, dan Ita merasakan keanehan pada diri Vita. Vita sama sekali tidak menyapa dan tidak berkumpul lagi dengan kita seperti biasanya.
“Eh, si Vita mana nih?” tanyaku.
“Iya dari tadi dia tidak kelihatan. Kemana dia?” sambung Tasya.
“Dia sih ada di kelas, tapi aku tidak tahu kenapa dia tidak berkumpul dengan kita seperti biasanya. Mungkin dia lagi ingin sendiri.” jawab Ita.
“Ada masalah kali ya si Vita? Mau kita bantu tapi kan tidak sopan. Masa iya kita mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut paut nya dengan kita.” ujarku terhadap Ita dan Tasya.
“Benar juga sih apa kata kamu. Ya sudahlah biarkan saja. Kita bantu saja lewat do’a agar masalahnya cepat selesai.” kata Tasya menyarankan.
“Iya benar juga.” sambung Ita.
Namun setelah beberapa minggu. Perubahan sifat Vita pun tidak kunjung terlihat lagi. Dia masih tetap ingin menyendiri. Karena merasa tidak enak hati terhadap Vita, akhirnya kami pun menghampirinya.
“Vita, kamu ada masalah apa sih? Sudah beberapa minggu belakangan ini sifat kamu berubah. Memang ada apa?” tanya Tasya.
“Tidak, tidak ada apa – apa.” jawab Vita singkat.
Jawaban yang Vita lontarkan dari mulutnya membuat Tasya, Ita, dan aku kebingungan. Mengapa seorang Vita bisa berbicara seperti itu.
“Sepertinya ada rahasia yang Vita sembunyikan dari kita?” tanyaku.
“Mungkin juga. Tapi apa ya?” jawab Tasya.
“Ya sudah kita coba cari tahu aja. Mungkin kita bisa menemukannya.” jawab Ita menyarankan.
“Ya sudah baiklah.” jawabku sambil menganggukkan kepala.
Beberapa hari setelah itu, aku, Tasya, dan Ita telah mengetahui rahasia yang telah disembunyikan oleh Vita. Awalnya kami tidak percaya, namun setelah diselidiki lebih lanjut ternyata memang benar kalau Vita juga menyukai Fikar bahkan mereka pun telah berpacaran.
“Tasya, Ita, kalian sudah tahu gossip yang beredar tentang Vita dan Fikar?” tanyaku kepada Tasya dan Ita.
“Iya, kita sudah tahu.” jawab mereka serentak.
“Sumpah ya aku tidak habis fikir mengapa Vita sekejam itu sama aku. Benar – benar jahat itu anak!” omel Tasya.
“Ya sudahlah, Sya jangan terlalu dipikirkan lagi. Mungkin dia berbuat seperti itu ada alasannya. Coba aja kita tanya dulu.” ujar Ita.
“Iya tuh benar apa kata Ita, kita dengar dulu penjelasan dari Vita.” Tambahku.
Lalu aku, Ita, dan Tasya pun menghampiri Vita untuk meminta penjelasan darinya agar tidak ada kesalah pahaman di antara kami berempat.
“Vita, apa sih maksud kamu? Nusuk aku dari belakang. Punya hati kan kamu?” bentak Tasya.
“Ada apa sih kamu, Sya? Baru dating sudah marah – marah. Ada apa, ada apa?” tanya Vita yang pura – pura tidak tahu.
“Alah, jangan pura – pura tidak tahu deh. Kamu itu menjauh dari kita karena kamu talut ketahuan kan kalau sebenarnya kamu itu sudah jadian sama Fikar?” bentak Tasya kembali.
“Eh…. Uh….” jawab Vita gugup.
“Eh-uh, eh-uh, yang jelas dong. Jawab kamu itu sudah berpacarankan sama Fikar?” Tasya kembali membentak.
“Iya, benar. Aku dan Fikar sudah jadian dari dua hari yang lalu. Maaf ya teman- teman.” rintih Vita.
“Aku benci sama kamu Vita, sudah tahu kalau aku itu suka sama Fikar, tapi kenapa kamu malah merebut dia dari aku?” teriak Tasya sambil menangis dan langsung pergi.
“Sya, Tasya, tunggu!” panggilku sambil menghampiri Tasya.
“Kamu ini bagaimana sih Vita? Sudah tahu Tasya suka sama Fikar, tapi kenapa kamu merebut dia darinya? Jahat kamu Vita!” bentak Ita.
Ita pun pergi meninggalkan Vita dan langsung menyusul aku dan Tasya.
“Sudahlah Sya, sabarin aja. Mungkin dia mau menjelaskan ke kita kalau waktunya sudah tepat.” seru Ita.
“Mau apapun alasan nya aku tetap benci sama Vita!” kesal Tasya.
Sejak saat itu, aku, Tasya, dan Ita pun mulai membenci Vita. Dan beberapa minggu setelah kami berjauhan, tiba – tiba Vita datang menghampiri kami.
“Teman – teman, aku minta maaf ya. Ternyata pilihanku salah. Fikar ternyata tidak suka denganku, ia hanya ingin mempermainkan dan memanfaatkanku saja.” rintih Vita.
“Iya Vit, kita sudah tahu.” jawabku mewakili suara Tasya dan Ita.
“Iya nih. Ternyata Fikar bukan cowok yang tepat untuk aku. Maaf ya aku sudah mengecewakan kalian semua. Aku minta maaf banget!” jawab Vita sambil menangis.
“Tidak apa apa Vita. Aku memakluminya. Yang penting kan kamu sekarang sudah bersama kita lagi.” sambung Tasya.
“Iya, Sya. Aku minta maaf ya.”
“Iya. Sudah aku maafin.”
“Makasih ya, Tasya.”
“Iya.”
“Berarti masalah ini sudah selesai ya?” tanyaku.
“Betul banget,” jawab Tasya.
“Mulai sekarang kita janji ya untuk tidak menyembunyikan rahasia diantara kita. Kita harus saling terbuka satu sama lain.” kata Ita.
“Benar itu.” jawab kami serentak.
Semenjak itulah persahabatan antara aku, Tasya, Vita, dan Ita, semakin akrab. Kami pun tidak pernah menyembunyikan rahasia antara satu sama lain. Ini merupakan cobaan dalam sebuah persahabatan kami. Dan akhirnya sampai saat ini kami berempat masih menjadi sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar